20 Tahun Terakhir, Industri Penerbangan RI Dianggap Tidak Kompotetif

Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra Arifin menilai industri penerbangan dalam 20 tahun terakhir tidak kompetitif. Kondisi ini disebabkan pasar penerbangan tanah air yang didominasi grup perusahaan tertentu.

“Ini menyebabkan masa depan industri penerbangan menjadi tidak jelas karena jadinya setiap pemain industri mencari jalan sendiri-sendiri dan bukan sebagai langkah kolektif,” ujar Ziva saat dihubungi pada Sabtu, 13 November 2021.

Industri yang dikuasai grup tertentu, kata dia, membuat sektor penerbangan tidak berkembang variatif. Di sisi lain, regulasi pemerintah yang terus berubah-ubah membuat dunia usaha penerbangan sulit tumbuh.

Kinerja sektor industri penerbangan, kata Ziva, terus menyusut sejak era 2000. Industri menghadapi tantangan pasca-munculnya deregulasi penerbangan. Dengan adanya deregulasi tersebut, investor mendapat kemudahan untuk menjalankan bisnis angkutan udara sehingga penerbangan berbiaya rendah atau low cost carrier (LCC) mulai bermunculan.

Alih-alih mendorong variasi bagi industri penerbangan, deregulasi memunculkan dua pemain besar yang menguasai market Indonesia. Sesuai data, keduanya adalah Lion Air Group dan Garuda Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, pada 2020, maskapai LCC Lion Air berhasil memuncaki posisi tertinggi pangsa pasar maskapai berjadwal rute domestik sebesar 35,3 persen dari total 12 maskapai. Masih dalam grup yang sama, Batik Air menguasai pasar 17,3 persen.

Sedangkan Wings Air yang juga milik Lion Air Group memegang 8 persen pangsa pasar dan berada di posisi kelima. Adapun posisi Garuda Indonesia Group yang terdiri atas Citilink dan Garuda Indonesia menempati posisi ketiga dan keempat dengan pasar terbesar.

Secara berurutan kedua maskapai itu memiliki pangsa pasar sebesar 15,3 persen untuk Citilink dan 13 persen untuk Garuda Indonesia. Setelah lima maskapai tersebut, ada Sriwijaya Air yang menguasai sebesar 4,5 persen pangsa pasar.

Sisanya ialah Trigana Air, TransNusa, Express Air, dan Susi Air yang berada di peringkat sembilan hingga 12 dengan market 0,7 persen; 0,6 persen; dan 0,2 persen.

Ziva menuturkan, dalam industri yang sudah dewasa, setiap aspek penerbangan mulai pendidikan, ketenagakerjaan, riset dan teknologi, pelayanan, sampai kegiatan komersil/non-komersil bisa tumbuh dengan subur tanpa harus saling bersinggungan.

Menurut dia, tidak ada negara yang industri penerbangannya sempurna, tapi setidaknya maskapai bisa bersama-sama berupaya untuk menciptakan ekosistem yang sehat. “Industri yang sehat adalah yang berkesinambungan, yang memiliki visi jangka panjang, konsisten dari segi regulasi termasuk pelaksanaan, pengawasan, penekanan, dan sinergi,” kata Ziva.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BISNIS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *